Kesenian
badud kuno yang merupakan salahsatu tradisi budaya masyarakat Margajaya Desa
Margacinta Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran sebagai seni ritual dan
budaya kolot kini dijadikan kesenian khas Kabupaten Pangandaran
Hadirin
Adwidi (62), salah satu ahli waris ke tujuh dari pencipta kesenian badud
mengatakan, dalam perjalanan sejarah masyrakat setempat kesenian badud
merupakan budaya ngusir hama tanaman
padi huma yang diciptakan oleh Aki
Ardasim dan Aki Ijot pada tahun
1880 di Dusun Margajaya.
“selain
mengusir hama, badud merupakan kesenian yang sakral sebagai ritual puji syukur
terhadap limpahan nikmat yang telah dirasakan oleh masyarakat” kata Hadirin
Adwidi.
Masih
dikatakan hadirin, kesenian badud mempunyai filosofi yang tinggi dalam
pertunjukannya. Selain pelaksanaan teatrikal adegan masyarakat yang sedang
bertani juga mempertinjukan adegan pengusiran kepada binatang yang kerap
mengganggu tanaman padi dibarengi dengan suara tabuhan dogdog dan angklung
“Badud
kuno merupakan kegiatan petani yang sedang menanam padi huma dibarengi dengan
mantra dan beberapa ritual yang sangat sakral agar tanaman milik petani tumbuh
subur dan tidak diserang hama” kata Hadirin.
Hadirin
menjelaskan, adegan kesenian badud kali ini menjadi salahsatu kesenian
tradisional ciri khas Kabupaten Pangandaran karena kesenian badud hanya ada di
Desa Margacinta Kecamatan Cijulang.
“namun
ada beberapa adegan dan penyuguhan yang sudah dimodifikasi dikolaborasikan
dengan alat kesenian modern dalam tabuhan iringan seni badud” jelas Hadirin.
Sementara
Edi Supriadi salahsatu tokoh kesenian Badud mengatakan “pelestarian kesenian
badud kali ini mengalami perubahan dalam pagelarannya, karena menyesuaikan
dengan keadaan kondisi zaman.
“adegan
badud ulu terjadi saat musim ngabukbak
(penenbangan pohon) atau saat nga-huma dan saat nga-seuk (memnerikan lobang pada tempat beneih padi huma) dengan
bacaan mantra dan do’a agar diberikan kelancaran” kata Edi
Masih
dikatakan Edi, kali ini kesenian badud mengalami modifikasi dengan adegan
tambahan amatan kesurupan kepada aktor pelaku seni tersebut yang didampingi
dengan pawangnya.
“Pelaku
kesenian yang menjadi aktor gelaran biasa disurupi oleh makhluk ghoib agar
kesurupan, dan itu dilakukan kepada pemeran monyet atau pemeran harimau agar
dalam adegannya serupa dengan adegan monyet dan harimau” tambah Edi
Namun
demikian, aktor pemeran monyet dan harimau tersebut didampingi oleh pawang
sehingga keamanannya terjaga disaat aktor tersebut hilang kesadarannya.
Edi
berharap kesenian tradisional kuno ini menjadi sebuah kesenian yang dapat
dipromosikan oleh Pemerintah Kabupaten Pangandaran sehingga generasi penerus
dimasa depan bisa mengabadikan kesenian badud tersebut. (ND-News/CAN)
Sumber:
Pangandaran NEWS Edisi Khusus Idul Fitri (Juli – Agustus 2015)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar