Sekretariat: Jl. Raya Cijulang No. 22 Margacinta - Pangandaran

Senin, 27 Juli 2015

Padepokan Jenggala Manik

PANGANDARAN, (PRLM).- Siang itu, Dina Revormiana (15) bersama enam orang temannya sedang asyik memainkan alat-alat kesenian Sunda di Padepokan Seni Sunda Jenggala Manik yang ada di Dusun Balengbeng RT 1 RW 1, Desa
Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Apa yang mereka lakukan tersebut berbeda dengan anak-anak di seusianya di zaman ini. Bagi Dina, dirinya mengaku bangga dapat memainkan alat kesenian Sunda. Bahkan, ia lebih memilih bermain kecapi, dibandingkan dengan permainan berteknologi kekinian.
Diakui dia, dengan bermain kecapi dirinya mendapatkan kesenangan dan kenikmatan tersendiri. Setiap petikan kecapi, memiliki makna. “Saya senang bermain kecapi. Selama satu tahun saya bermain kecapi, banyak hal yang saya dapatkan. Yang pasti, saya merasa tenang dan bahagia setiap memetik kecapi,” jelasnya, Senin (8/7/2013).
Diakui Dina, awal ketertarikan dia terhadap kecapi ketika melihat sebuah pergelaran seni Sunda. Pandangannya ketika itu teruju pada kecapi. “Saya terus menerus melihat kecapi. Dari bentuknya, cara memetiknya, hingga suara merdu yang dihasilkan dari petikan,” ucapnya.
Dina yang kini duduk di bangku kelas X SMK Negeri 1 Cijulang, dalam satu pekan, setidaknya tiga kali datang ke padepokan bersama lima orang temannya. Mereka adalah Maulana Rifal (17), Dewi Mega (15), Holis (16), Anita Puspita (17), dan Arif Rahman Sidik (16). Lantunan musik dari alat kesenian Sunda itu sangat merdu dan enak di dengar. Bahkan, suara tersebut kerap mengundang perhatian dari siapapun yang melintas dan mendengarnya.
Diakui pemilik dari padepokan tersebut, Didin Mahidis Sidik (32) alias Didin Jentreng, tempatnya itu kerap dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Bahkan di antara mereka ada juga yang tertarik untuk mempelajarinya. “Wisatawan mancanegara yang datang ke sini, mereka berasal dari Jepang, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Mereka tidak hanya melihat, ada juga yang mempelajari kesenian ini,” ucapnya.
Dikatakan Didin, salah satu turis asing tersebut adalag Bruce, pria dewasa berkebangsaan Inggris itu mempelajari suling.
“Dia ketika itu sedang berlibur di Batukaras. Kemudian oleh guide diajak ke padepokan ini. Rupanya, Bruce sangat tertarik dengan suling. Hingga akhirnya meminta kepada saya untuk diajarkan bermain suling dan membuatnya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Bruce yang semula berencana liburan selama dua pekan di Batukaras tidak jadi pulang cepat. Dikatakan Didin, pria tersebut menambah jatah liburannya, menjadi lebih dari satu bulan di sana. “Awalnya mereka aneh ketika melihat bambu ditiup dan menghasilkan suara yang indah. Kemudian saya perlihatkan cara membuatnya, dan ketika saya ajarkan, dia dapat membuatnya uga,” jelasnya.
Lebih lanjut Didin mengatakan, saat ini dirinya terus ingin mengembangkan dan melestarikan kesenian tersebut. Diakui dia, kesenian adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan nantinya diwariskan kepada generasi penerus. Setiap harinya, padepokan tersebut selalu ada yang berlatih. Mayoritas yang belajar di sana adalah warga dari Kabupaten Pangandaran.
Untuk setiap satu semester, biayanya adalah Rp 600 ribu. Dirinya memberi garansi, 10 kali pertemuan, sudah dapat bermain kecapi. (A-195/A-147)***

Tidak ada komentar :

Posting Komentar