PANGANDARAN,
(PRLM).- Siang itu, Dina Revormiana (15) bersama enam orang temannya
sedang asyik memainkan alat-alat kesenian Sunda di Padepokan Seni Sunda
Jenggala Manik yang ada di Dusun Balengbeng RT 1 RW 1, Desa
Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Margacinta, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Apa yang mereka lakukan tersebut berbeda dengan anak-anak di
seusianya di zaman ini. Bagi Dina, dirinya mengaku bangga dapat
memainkan alat kesenian Sunda. Bahkan, ia lebih memilih bermain kecapi,
dibandingkan dengan permainan berteknologi kekinian.
Diakui dia, dengan bermain kecapi dirinya mendapatkan kesenangan dan
kenikmatan tersendiri. Setiap petikan kecapi, memiliki makna. “Saya
senang bermain kecapi. Selama satu tahun saya bermain kecapi, banyak hal
yang saya dapatkan. Yang pasti, saya merasa tenang dan bahagia setiap
memetik kecapi,” jelasnya, Senin (8/7/2013).
Diakui Dina, awal ketertarikan dia terhadap kecapi ketika melihat
sebuah pergelaran seni Sunda. Pandangannya ketika itu teruju pada
kecapi. “Saya terus menerus melihat kecapi. Dari bentuknya, cara
memetiknya, hingga suara merdu yang dihasilkan dari petikan,” ucapnya.
Dina yang kini duduk di bangku kelas X SMK Negeri 1 Cijulang, dalam
satu pekan, setidaknya tiga kali datang ke padepokan bersama lima orang
temannya. Mereka adalah Maulana Rifal (17), Dewi Mega (15), Holis (16),
Anita Puspita (17), dan Arif Rahman Sidik (16). Lantunan musik dari alat
kesenian Sunda itu sangat merdu dan enak di dengar. Bahkan, suara
tersebut kerap mengundang perhatian dari siapapun yang melintas dan
mendengarnya.
Diakui pemilik dari padepokan tersebut, Didin Mahidis Sidik (32)
alias Didin Jentreng, tempatnya itu kerap dikunjungi oleh wisatawan
mancanegara. Bahkan di antara mereka ada juga yang tertarik untuk
mempelajarinya. “Wisatawan mancanegara yang datang ke sini, mereka
berasal dari Jepang, Belanda, Amerika Serikat, dan Inggris. Mereka tidak
hanya melihat, ada juga yang mempelajari kesenian ini,” ucapnya.
Dikatakan Didin, salah satu turis asing tersebut adalag Bruce, pria dewasa berkebangsaan Inggris itu mempelajari suling.
“Dia ketika itu sedang berlibur di Batukaras. Kemudian oleh guide diajak ke padepokan ini. Rupanya, Bruce sangat tertarik dengan suling. Hingga akhirnya meminta kepada saya untuk diajarkan bermain suling dan membuatnya,” ujarnya.
“Dia ketika itu sedang berlibur di Batukaras. Kemudian oleh guide diajak ke padepokan ini. Rupanya, Bruce sangat tertarik dengan suling. Hingga akhirnya meminta kepada saya untuk diajarkan bermain suling dan membuatnya,” ujarnya.
Tidak hanya itu, Bruce yang semula berencana liburan selama dua pekan
di Batukaras tidak jadi pulang cepat. Dikatakan Didin, pria tersebut
menambah jatah liburannya, menjadi lebih dari satu bulan di sana.
“Awalnya mereka aneh ketika melihat bambu ditiup dan menghasilkan suara
yang indah. Kemudian saya perlihatkan cara membuatnya, dan ketika saya
ajarkan, dia dapat membuatnya uga,” jelasnya.
Lebih lanjut Didin mengatakan, saat ini dirinya terus ingin
mengembangkan dan melestarikan kesenian tersebut. Diakui dia, kesenian
adalah warisan leluhur yang perlu dijaga dan nantinya diwariskan kepada
generasi penerus. Setiap harinya, padepokan tersebut selalu ada yang
berlatih. Mayoritas yang belajar di sana adalah warga dari Kabupaten
Pangandaran.
Untuk setiap satu semester, biayanya adalah Rp 600 ribu. Dirinya memberi garansi, 10 kali pertemuan, sudah dapat bermain kecapi. (A-195/A-147)***
Untuk setiap satu semester, biayanya adalah Rp 600 ribu. Dirinya memberi garansi, 10 kali pertemuan, sudah dapat bermain kecapi. (A-195/A-147)***
Tidak ada komentar :
Posting Komentar